Ruang Lingkup Arbitrase
A. Ouality arbitration, yang menyangkut persoalan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya membutuhkan beberapa arbiter dengan kualitikasi tehnis yang tinggi ;
B. Technical arbitration, yang tidak menyangkut persoalan faktual, seperti halnya dengan permasalahan yang muncul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak ;
C. Mixed arbitration, sengketa tentang persoalan faktual serta hukum (question of fact and law).
Undang undang dan Pasal Mengenai Arbitrase di Indonesia
Secara singkat sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut:
A. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
B. Pasal 377 HIR
C. Pasal 615 s/d 651 RV
D. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970
E. Pasal 80 UU NO. 14/1985
F. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing
G. UU No. 5/1968
H. Kepres. No. 34/1981
I. Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990
J. UU No. 30/1999
Pengertian Arbitrase Islam
Dalam perspektif Islam Arbitrase bisa disepadankan dengan arti Tahkim. Tahkim datang dari kata kerja hakkama. Dengan cara etimologis, kata itu bermakna menjadikan seorang sebagai pencegah suatu sengketa. Pengertian itu erat hubungannya dengan pengertian menurut terminologisnya. Terkecuali kata Arbitrase islam yang berperan juga sebagai instansi penyelesaian sengketa para pihak seperti dikemukakan diatas, didalam Islam di kenal sebagai instansi penyelesaian sengketa beberapa pihak yang disebut Ash-Shulhu. Pengertian Ash-Shulhu yaitu memutus pertikaian atau perselisihan. Dalam artian syariat ash-shulhu yaitu suatujenis akad (kesepakatan, pen) untuk mengakhiri perlawanan (sengketa, pen) pada 2 (dua) orang yang berlawanan (bersengketa).
Dalam arti Pengetahuan Fiqih atau Fiqih Islam, pengertian tahkim seperti yang didefinisikan oleh Abu Al-Ainain Abdul Fatah Muhammad, tahkim disimpulkan juga sebagai bersandarnya 2 (dua) orang yang bertikai pada seorang yang mereka ridai keputusannya untuk merampungkan pertikaian mereka (beberapa pihak, pen).